Iskandar Bantah Dirinya Rekomendasikan Sengekta Pers dengan KUHP, Begini Penyelesaiannya

DL/06032021/BANDAR LAMPUNG

Persoalan sengketa pers tetap harus mengacu pada UU No. 40/1999 tentang Pers. Demikian Ahli Pers dari Dewan Pers Iskandar Zulkarnain menegaskan, sekaligus membantah pemberitaan yang menyatakan dirinya merekomendasikan sengketa pers diselesaikan oleh UU ITE dan KUHP. 

Hal ini dia sampaikan di Mapolda Lampung pada Jumat, 1 April 2022 lalu.

"Persoalan terhadap produk jurnalistik tentu tidak bisa dipidanakan baik dengan KUHP maupun UU ITE. Penyelesaian menurut UU Pers adalah melalui pemberian hak jawab bagi mereka atau pihak yang merasa dirugikan dalam pemberitaan," kata Iskandar kepada Lampost.co," Senin 4 April 2022.

Menurut dia, penyelesaian sengketa pers pada praktiknya tidak mudah. Untuk itu, para pihak termasuk aparat penegak hukum harus memiliki pemahaman UU No. 40/1999 tentang Pers. 

Iskandar mempersilahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk dapat membaca ulang materi yang disampaikan di Mapolda Lampung dalam kegiatan peningkatan kemampuan personel Polda Lampung diantaranya, Ditsamapta, Ditlandas, Penyidik/Penyidik Pembantu, Kasatreskrim, para Kapolsek se-Polda Lampung. 

"Kehadiran saya sebagai ahli pers pada kegiatan peningkatan kemampuan personel jajaran Polda Lampung dalam public speaking dan pemahaman UU No. 40/1999 tentang Pers, justru membagi pemahaman kepada aparatur hukum bagaimana menghadapi persoalan seputar pers." Katanya.

Dia menambahkan dalam forum tersebut dijelaskannya pula penyelesaian sengketa pers dapat mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.13/2008, kemudian diatur pula dalam MoU antara Dewan Pers dan Kapolri pada 9 Februari 2012. Lalu MoU tersebut diperbaharui lagi pada Februari 2017.

"Jika polisi menerima laporan atau pengaduan berkaitan atas sengketa pemberitaan pers. Polisi lebih dahulu berkoordinasi dan meminta pendapat Dewan Pers apakah perkara yang dilaporkan masih dalam ruang lingkup pekerjaan pers ataukah sudah masuk hukum di luar ranah pers," kata dia.

Menurutnya, jika persoalan sengketa pers itu masih dalam koridor produk jurnalistik dan berkaitan dengan kode etik jurnalistik maka penyelesaiannya mengacu pada UU No. 40/1999 tentang Pers dan aturan-aturan tambahan lainnya, seperti Peraturan  Dewan Pers. Di luar persoalan jurnalistik, insan pers bukanlah sosok yang kebal hukum.

Wartawan yang menyalahgunakan profesinya, melawan hukum semisal pemerasan, tidak bisa berlindung di balik UU Pers. Seseorang bukan wartawan atau mengaku-ngaku wartawan dan menyebar informasi hoaks atau merugikan orang lain, juga tidak bisa diselesaikan menurut UU Pers.

"Bahkan perkembangan termutakhir juga saya sampaikan tentang keputusan bersama Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri, bahwa pers dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya tidak dapat dikenakan Pasal 27 Ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," kata dia.

Dalam forum sharing di Mapolda Lampung, banyak hal dijelaskan termasuk pertanyaan apakan dalam melaksanakan tugas jurnalistik wartawan wajib dan menunjukkan surat tugas. "Dalam bertugas wartawan harus dibekali kartu pers atau surat tugas menjelaskan profesinya," kata dia.

Ada pula peserta bertanya apakah pers wajib melayani hak jawab dan bagaimana jika mereka yang merasa dirugikan tidak puas akan hak jawab. "Pers wajib memuat hak jawab dan akan dikenai sanksi jika tidak memuat hak jawab. Jika tidak puas persoalan ini bisa dibawa ke Dewan Pers," katanya.

Ia menegaskan persoalan jurnalistik harus diselesaikan dengan UU No. 40/1999 tentang Pers. Namun hal ini tidak berlaku bagi penyalahgunaan atau pelanggaran hukum oleh wartawan. Serta tidak berlaku pula bagi mereka yang bukan wartawan yang menyebarka informasi dan dipersengketakan orang lain. (lis/**)

Tags